Gambar diambil dari Google |
Ia menegaskan dalam kitabnya “Mukhtashar Minhajul
Qashidin” hal 30-31 berkenaan dengan tugas pokok seorang guru sebagai
berikut,
من ذلك الشفقة على المتعلمين، وأن يجريهم مجرى بنيه، ولا يطلب
على إفاضة العلم أجرا، ولا يقصد به جزاءا ولا شكرا، بل يعلم لوجه الله تعالى، ولا
يرى لنفسه منة على المتعلمين، بل يرى الفضل لهم إذ هيؤوا قلوبهم للتقرب إلى الله
تعالى بزارعة العلم فيها، فهم كالذي يعير الأرض لمن يزرع فيها.
Guru mempunyai beberapa tugas, diantaranya : Menyayangi,
menuntunnya seperti menuntun anak sendiri, tidak meminta imbalan uang, tidak
mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih, dia harus mengajarkan ilmu karena
mengharap ridho Allah, tidak melihat dirinya lebih hebat dari murid-muridnya,
tetapi dia mau melihat bahwa adakalanya mereka lebih utama jika mempersiapkan
hatinya untuk bertaqarrub kepada Allah dengan cara menanam ilmu di dalam
hatinya, harus melihat bahwa murid adalah seperti sepetak tanah yang siap
ditanami.
فلا
ينبغي أن يطلب المعلم الأجر إلا من الله تعالى. وقد كان السلف يمتنعون من قبول
هدية المتعلم.
ومنها أن لا يدخر
من نصح المتعلم شيئا، وأن يزجره عن سوء الأخلاق بطريق التعريض مهما أمكن، لا على
وجه التوبيخ، فإن التوبيخ يهتك حجاب الهيبة.
Tidak selayaknya bagi guru untuk meminta balasan kecuali
dari Allah semata. Bahkan orang-orang salaf menolak jika ada murid yang
memberinya hadiah. Guru tidak boleh menyimpan nasihat yang seharusnya diberikan
kepada murid walau sedikitpun, harus memperingatkannya dari akhlak yang buruk
dengan cara yang sehalus-halusnya, dan tidak boleh mencaci-makinya, karena
caci-maki itu justru akan mengurangi kemuliaan dirinya.
ومنها: أن ينظر في فهم المتعلم ومقدار عقله، فلا يلقي إليه
ما لا يدركه فهمه ولا يحيط به عقله.
Guru harus mengetahui
tingkat pemahaman murid dan kapasitas dirinya, tidak boleh menyampaikan
pelajaran di luar kesanggupan akalnya.
فقد روي عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم أنه قال: “أمرت أن
أخاطب الناس على قدر عقولهم”
Diriwayatkan dari Nabi Saw.,
beliau bersabda : “aku diperintahkan untuk berbicara dengan manusia menurut
kadar pemikiran pemikiran mereka.”
وقال علي رضي الله عنه: إن هاهنا علما لو وجدت له حملته
Ali bin Abu Thalib ra.
Berkata, “Sesungguhnya di sini ada ilmu. Jika aku beruntung mendapatkannya,
tentu aku akan membawa.”
وقال الشافعي رحمه الله: أأنثر درا بين سارحة النعم أأنظم منثورا لراعية الغنم # ومن منح الجهال علما أضاعه ومن منع المستوجبين فقد ظلم
Asy-Syafi’i rahimahullah berkatta, “Apakah aku harus
menebar mutiara di tempat penggembalaan binatang, dan menata apa yang sudah
ditebar bagi pengembala? Siapa yang menyampaikan ilmu kepada orang-orang bodoh,
maka akan menyia-nyiakan ilmu itu, dan siapa yang tidak menyampaikan kepada
orang yang layak menerimanya, maka dia telah berbuat zhalim.
ومنها: أن يكون المعلم عاملا بعلمه. ولا يكذب قوله فعله. قال
الله تعالى: أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب
Guru harus berbuat sesuai dengan ilmunya, tidak mendustakan
antara perkataan dan perbuatan. Allah Ta’ala berfirman : “Mengapa kalian suruh
orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kalian melupakan diri (kewajiban)
kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab ?” [QS. Al-Baqarah : 44]
وقال علي رضي الله عنه: قصم ظهري رجلان: عالم متهتك، وجاهل
متنسك.
Ali bin Abu Thalib ra. Berkata, “Punggungku terbelah
gara-gara dua orang, yaitu orang berilmu yang terbuka aibnya dan orang bodoh
yang menjadi ahli ibadah.
Demikianlah pandangan Ibnu Qudamah terkait dengan tugas seorang guru. Meskipun menjadi seorang guru itu bukanlah hal yang mudah dan ringan namun kita patut bersyukur karena kita diberi amanah yang mulia oleh Allah Swt. Semoga dari uraian singkat di atas dapat menjadi bahan renungan sekaligus motivasi bagi kita semua agar senantiasa menjadi seorang guru yang ikhlas dan bekerja sesuai dengan tuntunan agama Islam agar Allah menyediakan surga di akhirat kelak. aamiin,
* * *
Oleh : Hilman Ramadhan F
Komentar
Posting Komentar