Biografi tentang beliau dimuat
dalam lebih dari 20 buku, sebagaimana biografi yang beliau tulis ketika menulis
biografi ayahnya di dalam kitabnya ini, pada tahun 703 Hijriah.
Gambar dari Google.com |
Ibnu Katsir Rahimahullah
berkata, "Di dalamnya (dalam tahun itu) Ayahku wafat. Ayahku bernama Al-Khathib
Syihabuddin Abu Hafsh Umar bin Katsir bin Dhau bin Katsir bin Dhau bin Dar
Al-Qurasyi. Dia berasal dari bani Hashlah. Mereka tergolong kabilah yang
sangat mulia dan sangat menjaga silsilah. Berakhir kepada sebagian dari mereka
silsilah syaikh kami, Al-Muziy, hingga hal itu mengejutkannya dan membuatnya
merasa bangga, sehingga dia menulis nasabku, yakni Al-Qurasyi.
Berasal dari suatu desa yang
bernama Asy-Syarkawin, yang terletak di sebelah Barat Bushra. Antara keduanya
berjarak beberapa meter saja. Dilahirkan di desa tersebut pada penghujung tahun
640 Hijriah. Dia bekerja pada pamannya dari bani Uqbah di Bushra. Dia membaca
kitab Al-Bidayah yang bermadzhab Abu Hanifah. Dia menghafalkan Jurnal
Az-Zujaji, mempelajari nahwu, ilmu-ilmu kearaban, bahasa Arab, dan syair-syair
Arab.
Dia sanggup menghafal syair-syair
yang bagus, indah, dan bernilai tinggi dalam bidang pemberian puji-pujian
khusus untuk orang-orang shalih yang telah meninggal, dan sedikit tentang
huruf-huruf. Beberapa sekolah di Bushra ditetapkan sebagai tempat rebahan unta
yang terletak di sebelah Utara negeri yang menjadi tempat keramat dan
diziarahi. Itulah tempat rebahan yang paling masyhur dibanyak kalangan. Wallahu
a'lam.
Kemudian dia pindah untuk menjadi
orator desa sebelah Timur Bushra yang bermadzhab Syafi'i. Dia belajar kepada
Imam Nawawi dan Syaikh Tajuddin Al-Fazari. Dia sangat menghormati dan
menjunjung tinggi para gurunya, sebagaimana dikatakan kepadaku oleh Syaikh
kami, Al-Allamah Az-Zamlakani,"Dia tinggal di kediaman gurunya selama kurang
lebih 12 tahun. Kemudian pindah lagi untuk menjadi orator di desa Majidal Al-Qaryah,
daerah asalibunya. Dia tinggal disana dalam waktu yang cukup lama dengan menggeluti
kegiatan yang berkenaan dengan kebaikan, kecukupan, dan tilawah sebanyak-banyaknya.
Dia sangat bagus dalam berorasi. Dia
diterima dengan sangat baik oleh banyak orang. Pembicaraannya sangat akurat dan
tepat dalam materi agama. Dia mengutamakan untuk tinggal di negeri sendiri dengan
alasan kelemah-lembutan yang ada di masyarakatnya dan mudah mencari yang halal untuk
kepentingan diri dan keluarganya. Beberapa anaknya telah lahir dari seorang ibu.
Mereka adalah Abdul Wahhab, Abdul Aziz, Muhammad, dan beberapa saudara perempuannya.
Saya anak terkecil diantara mereka.
Saya diberi nama sebagaimana nama
saudaraku, Ismail. Dia telah tiba di Damaskus setelah hafal Al-Quran dengan bimbingan
ayahnya. Dia juga membaca mukaddimah nahwu serta menghafal At-Tanbih dan
syarahnya dengan bimbingan Al-Allamah Tajuddin Al-Fazari. Dia berhasil
menyusun kitab Al-Muntakhab dalam bidang ilmu Ushul Fikih. Demikian
dikatakan kepadaku oleh Syaikh Ibnu Az-Zamlakani. Kemudian dia terjatuh dari
dataran Asy-Syamiyah AI-Baraniyah hingga udzur dalam beberapa hari, dan akhirnya
wafat. Ayahnya menemukan berbagai hal pada dirinya dan akhirnya memujinya.
Setelah aku dilahirkan
sepeninggalnya, aku pun dinamai dengan namanya. Anak pertamanya bernama Isma'il
dan anak terkecil dan termudanya juga bernama Isma'il. Semoga Allah Subhanahu wa
Ta'ala menyayangi yang pertama dan menutup dengan kebaikan bagi yang masih ada.
Ayah kami meninggal pada bulan
Jumadil Ula tahun 703 Hijriyah di desa Majidal Al-Qaryah dan dimakamkan di
tempat bernama Az-Zaitunah, di sebelah Utara. Ketika itu aku kira-kira berumur
3 tahun. Aku tidak sempat melihatnya, melainkan hanya dalam mimpi. Sepeninggal
Ayah, kami pindah ke Damaskus bersama Kamaluddin Abdul Wahhab. Dia saudara
kandung kami yang selalu mendampingi kami dengan penuh kasih sayang. Dia wafat
kira-kira 50 tahun sesudahnya. Aku bekerja di bidang ilmiah padanya."
Sebagian syaikhnya adalah Syaikhul
Islam Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyah. Karya tulisnya yang paling terkenal adalah
kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah dan Tafsir Al-Quran Al-Azhim. Dia menjadi
buta pada akhir hayatnya.
Dia meninggal pada tahun 774 Hijriah
di Damaskus dan dimakamkan di dekat makan syaikhnya, Ibnu Taimiyah Rahimahumallah.
Sebagian muridnya memuji dirinya dengan syair-syairnya berikut ini,
Karena kematianmu
pencari ilmu bersedih
Mereka berbuat baik
dengan air mata yang bercucuran
Jika boleh air mata
yang bercampur darah
Sekalipun sedikit
karena engkau wahai Ibnu Katsir
Yang lain menulis di suatu lembaran
di dalam kitab Al-Bidayah wa An Nihayah sebagai berikut :
Engkau telah
membuat berbagai keajaiban dalam sejarah
Engkau perbaiki
segala yang telah berpecah-belah
Engkau perjelas
segala yang samar bagi seluruh manusia
Tidaklah semua
itu sedikit, wahai Ibnu Katsir
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala
mencurahkan rahmat-Nya kepadanya.
Sumber : Ringkasan Bidayah wa Nihayah oleh DR. Ahmad Al-Khani
Komentar
Posting Komentar