Arti Penting Perkembangan Kognitif bagi Proses Belajar Agama



Islam adalah kebenaran yang membawa manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Untuk memperoleh kebenaran itu setiap muslim wajib menuntut ilmu dari sejak lahir sampai mati, agar benar-benar menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman hidup. Dalam proses pembelajaran ada beberapa aspek yang sangat berpengaruh diantaranya yaitu aspek perkembangan kognitif.

Jika seorang peserta didik menjalani tugas perkembangan kognitifnya dengan baik, maka akan sangat mendukung proses pembelajaranya. Sehingga diharapkan akan mendapatkan hasil yang optimal, terutama dalam mempelajari agama Islam. Sebab memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam itu wajib bagi pemeluknya.

Desmita menegaskan bahwa, salah satu aspek penting yang akan membantu keberhasilan seseorang dalam proses belajar adalah aspek kognitif (2010: ). Oleh karena itu, guru sebagai tenaga kependidikan memiliki kewajiban untuk melaksanakan interaksi edukatif di dalam kelas juga perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang perkembangan kognitif peserta didiknya. Dengan bekal pemahaman tersebut, diharapkan orangtua dan guru mampu memberikan layanan pendidikan atau melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan kognitif peserta didiknya.

Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya (Desmita, hlm 97). Tidak dapat dielakkan lagi, bahwa antara proses perkembangan dengan proses mengajar-belajar yang dikelola para guru terdapat “benang merah” yang mengikat kedua proses tersebut.

"Demikian eratnya ikatan benang merah itu, sehingga hampir tak ada proses perkembangan siswa baik jasmani maupun rohaninya yang sama sekali terlepas dari proses mengajar-belajar sebagai pengejawantahan proses pendidikan. Apabila fisik dan mental sudah matang, panca indera sudah siap menerima stimulus-stimulus dari lingkungan, berarti kesanggupan siswa pun sudah tiba" (Syah, 2010: 81). 

Program pengajaran di sekolah yang baik adalah yang mampu memberikan dukungan besar kepada para peserta didiknya dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan mereka. Sehubungan dengan ini, setiap guru sekolah selayaknya memahami seluruh proses dan tugas perkembangan manusia, khususnya yang berkaitan dengan masa prayuwana dan yuwana, yakni anak-anak dan pemuda yang duduk di sekolah-sekolah dasar/ibtidaiyah dan menengah. 


Ranah psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan otak ini, dalam prespektif psikologi kognitif, adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Allah berfirman dalam Al-Quran :

وَاللّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئاً وَجَعَلَ لَكُمُ الْسَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿٧٨﴾

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. [QS. An-Nahl : 78]

Allah Swt. telah memberikan potensi yang luar biasa sekali kepada manusia yaitu berupa pendengaran, penglihatan dan hati agar kita benar melaksanakan tugas kita sebagai hamba Allah sekaligus sebagai khalifah di bumi ini sebagai bentuk rasa syukur atas potensi yang telah diberikan Allah tersebut. Allah Swt. mengancam dengan neraka Jahannam kepada manusia dan jin, jika mereka tidak menggunakan ketiga potensi yang telah dianugerahkan itu. Allah berfirman :

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ ﴿١٧٩﴾

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. [QS. Al-A’raaf : 179]
            
Akal adalah sumber dan menara pengontrol bagi seluruh kegiatan kehidupan ranah-ranah psikologis manusia. Rasulullah Saw. bersabda :

عَنْ اَلنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ- وَأَهْوَى اَلنُّعْمَانُ بِإِصْبَعَيْهِ إِلَى أُذُنَيْهِ ( إِنَّ اَلْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ اَلْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ اَلنَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى اَلشُّبُهَاتِ فَقَدِ اِسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي اَلشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي اَلْحَرَامِِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ اَلْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيهِ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اَللَّهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي اَلْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ اَلْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ اَلْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ اَلْقَلْبُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Nu'man Ibnu Basyir Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda -dan Nu'man memasukkan dia jarinya ke dalam kedua telinganya-: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram pun jelas dan di antara keduanya ada hal-hal yang syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa menjauhinya maka ia telah membersihkan agamanya dan kehormatannya dan barangsiapa memasuki syubhat ia telah memasuki keharaman seperti halnya penggembala yang menggembala di sekitar batas (tanahnya) tidak lama ia akan jatuh ke dalamnya. Ingatlah bahwa setiap kepemilikan ada batasnya dan ingatlah bahwa batas Allah ialah larangan-larangan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal daging, jika ia baik maka seluruh tubuh akan baik jika ia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah dialah hati. [Muttafaq Alaihi].



Tanpa ranah kognitif, sulit dibayangkan seorang siswa dapat berpikir. Selanjutnya, tanpa kemapuan berpikir mustahil siswa memahami dan meyakini faidah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Tanpa berpikir juga sulit bagi siswa untuk menangkap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran yang ia ikuti termasuk pelajaran agama.

Oleh : Hilman Ramadhan F
* * *

Komentar